The Vanuatu flag was designed by local artist Kalontas Malon in 1977 and officially adopted on July 30, 1980, coinciding with the country's independence.
Kalontas Malon has passed away, it would be a significant loss for Vanuatu. His contribution to the nation's identity through the flag is invaluable.
Condolence to the family of kalontas.
"Apakah ada ruang untuk bersuara Papua Barat Merdeka dalam momentum perayaan Paskah Kematian dan Kebangkitan Yesus di mimbar-mimbar Gereja?"
Para pemimpin Gereja, pendeta dan gembala berbicara tentang Penderitaan Kristus dengan teori di mimbar-mimbar setiap tahun tanpa memikul penderitaan umat Tuhan, yaitu rakyat dan bangsa Papua Barat. Artinya, gereja tidak atau belum banyak berbicara tentang penderitaan, kegelisahan, kesusahan dan tangisan umat Tuhan di atas Tanah ini.
Para pemimpin gereja, pendeta dan gembala selalu menghibur diri dengan tumpukan ayat-ayat Firman Allah atau Alkitab di mimbar-mimbar gereja, bahkan hafal ayat-ayat dengan baik-baik dan dengan lancar dibicarakan. Firman Tuhan dan ayat-ayat itu tidak pernah mendarat di tanah yang subur dan itu seperti berbicara di ruang-ruang kosong.
Kematian dan Kebangkitan Yesus Kristus, kasih, kebenaran, keadilan, kejujuran, keselamatan dan kedamaian selalu dikhotbahkan berulang-ulang, dengan lagu-lagu yang merdu dan doa-doa yang hebat dari tahun ke tahun, tapi itu disampaikan dalam ruang kosong tanpa menjawab dinamika dunia realitas, terutama dalam konteks kehidupan Penduduk Orang Asli Papua (POAP).
Dalam Gereja, para pemimpin gereja, pendeta dan gembala adalah manusia-manusia yang ikut melestarikan dan memelihara penderitaan rakyat dan bangsa Papua Barat dengan menggunakan ayat-ayat Firman Tuhan yang membuat para penjahat rasa nyaman dan terus melakukan kejahatan.
Dalam konteks Papua Barat pemimpin gereja, pendeta, gembala mempunyai keyakinan teologi Gereja dan teologi Negara dan benar-benar belum faham teologi profetis.
Untuk membebaskan umat Tuhan dari penderitaan panjang ini, gereja-gereja di Papua harus membangun teologi profetis berdasarkan Firman Tuhan.
Umat Tuhan di Papua Barat tidak bisa digembalakan terus-menerus dengan teologi gereja dan teologi negara yang menindas bangsa Papua Barat.
Umat Tuhan di Tanah Papua Barat dari Sorong-Merauke pikul salib penderitaan bersama Tuhan Yesus Kristus sejak 19 Desember 1961 sampai saat ini tahun 2025. Penderitaan itu dibuat oleh penguasa Indonesia yang berkarakter Iblis.
Kuasa Iblis, kuasa dosa dan rantai-rantai Setan atau Iblis yang membelenggu, membebani dan menindas umat Tuhan seperti peristiwa Trikora 19 Desember 1961, Perjanjian New York 15 Agustus 1962, hari awal malapetaka 1 Mei 1963, manipulasi dan konspirasi jahat Pepera 14 Juli -2 Agustus 1969 yang dimengkan ABRI dengan moncong senjata, pelanggaran HAM berat, label dan stigma sosial dan politik seperti: separatis, makar, opm, kkb, monyet, dan teroris HARUS diperbaiki dan dilawan dengan tegas, tegak luhur, tanpa kompromi berdasarkan kuasa otoritas Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus.
Rakyat dan bangsa Papua Barat yang disebut Gereja atau umat Tuhan tidak membutuhkan khotbah panjang lebar dengan tumpukan ayat-ayat Alkitab, Firman Tuhan. Umat Tuhan, rakyat dan bangsa Papua Barat membutuhkan perbuatan yang nyata bukan kata-kata. Umat Tuhan membutuhkan suara kenabian untuk menyatakan kebenaran untuk memperbaiki proses politik dan sejarah pengintegrasian yang salah dengan Terang Injil adalah kekuatan Allah.
"Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran" (2 Timotius 3:16).
Gereja mempunyai otoritas Ilahi, kuasa Ilahi, dan berkat Ilahi yang menjadi dasar dan pedoman yang dipegang oleh para pendeta dan gembala.
"Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas..." (Lukas 4:18-19).
Berdasarkan kuasa dan mandat Roh Tuhan, para Gembala menentang dan melawan pemerintah yang berwatak pencuri dan perampok dan pembunuh.
Yesus berkata: "Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10).
Para pemimpin Gereja, pendeta dan gembala yang benar berdiri dan rela berkorban dan mati untuk rakyat yang dianiaya selalu melangkah dan melayani tanpa lelah dengan kasih yang tulus, murni dan kerendahan hati.
"Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu." (Yohanes 10:11-12).
Para pemimpin gereja, pendeta dan gembala memegang teguh pada tugas yang diberikan oleh Yesus Kristus untuk menggembalakan, menjaga, memelihara dan melindungi umat Tuhan dari para penjahat, pencuri, pembunuh dan perampok.
Tuhan Yesus memberikan kuasa dan mandat kepada pemimpin gereja dan gembala. "Gembalakanlah domba-domba-Ku". ( Yohanes 21:15-19).
Rakyat dan bangsa West Papua punya hak hidup, hak politik untuk berdiri di kaki sendiri di atas tanah leluhur mereka. Perlakukan yang kejam, brutal, penangkapan, penculikan, penyiksaan, pembunuhan dan pemusnahan yang dilakukan pemerintah Indonesia melawan hukum TUHAN. Pelanggaran berat HAM selama 63 tahun harus diungkap demi rasa keadilan dan perdamaian.
Dalam keadaan yang sukar dan sulit yang dihadapi dan dialami umat Tuhan, para pemimpin gereja, pendeta dan gembala hadir dengan kayakinan teguh, kuat dan kokoh, bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku" (Filipi 4:13).
Dalam hidup para pemimpin gereja, pendeta dan gembala dengan setia mendoakan dan memberkati umat Tuhan yang mempertahankan NKRI harga mati dan mendoakan juga para pejuang Papua Barat merdeka seperti ULMWP, TPNPB dan KNPB. Karena yang mempertahankan NKRI dan yang berjuang Papua Barat merdeka. Mereka semua adalah sama-sama umat Tuhan dan sama-sama anggota gereja yang memperjuangkan hak-hak mereka. Gereja harus hargai mereka.
Para pemimpin gereja berdiri dengan suara profetis dan dengan tegas mengatakan di Tanah ini tidak ada opm, kkb, separatis, makar, monyet, kkb dan teroris. Gereja menghargai dan menghormati manusia pemilik tanah dan negeri ini, atau tuan besar atas Tanah ini. Gereja dan Pemerintah hanya tamu dan pendatang.
Saya berkeyakinan, Tuhan Allah tidak melarang West Papua Merdeka. Alkitab tidak melarang West Papua Merdeka. Gereja tidak melarang West Papua Merdeka. Karena kemerdekaan dan kedaulatan setiap manusia itu hakiki dan yang fundamental sebagai pemberian TUHAN.
Yang dilarang TUHAN, yang dilarang Alkitab, Kitab Suci, yang dilarang gereja teologi profetis ialah "Jangan membunuh umat Tuhan" (Keluaran 20:13).
Semua kesalahan proses politik dan sejarah penggabungan Papua Barat ke
dalam Indonesia dan kejahatan negara harus dan mutlak diperbaiki dari mimbar-mimbar Gereja dengan kuasa Firman Allah, Terang Injil Yesus Kristus adalah kekuatan Allah yang menyatakan kebenaran dan menyelamatkan umat manusia (Roma 1:16-17).
Tuhan Yesus memberkati dan Selamat Paskah yang berjuang NKRI harga mati dan Papua Barat Merdeka harga mati.
Ita Wakhu Purom, Jumat, 18 April 2025
Yang menyampaikan Refleksi:
1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua;
2. Pendiri, Pengurus dan Anggota Dewan Gereja Papua Barat (WPCC)
3. Anggota Konferensi Gereja-gereja Pasifik (PCC)
4. Anggota Aliansi Baptis Dunia (BWA).
===========
Kontak: 08124888458
PRESS RELEASE
![]() |
Papua New Guinea legislators overwhelming voted in favor of the constitutional amendment to recognise the Melanesian nation as a Christian state. Photo: Supplied |
The decision, made on Tuesday (March 12), saw an overwhelming majority of 80 votes in favour and only four against.
The amendment introduces a declaration in the preamble of the Constitution, stating: "(We) acknowledge and declare God, the Father; Jesus Christ, the Son; and Holy Spirit, as our Creator and Sustainer of the entire universe and the source of our powers and authorities, delegated to the people and all persons within the geographical jurisdiction of Papua New Guinea."
In addition, Christianity will now be reflected in the Fifth Goal of the Constitution, and the Bible will be recognised as a national symbol.
Prime Minister James Marape, a vocal advocate for the amendment, expressed his satisfaction with the outcome.
"I am happy," he said.
"This constitutional amendment finally recognises our country as a Christian country. This reflects, in the highest form, the role Christian churches have played in our development as a country."
The amendment follows extensive consultations conducted by the PNG Constitutional Law Reform Commission in 2022.
Communities, churches, and civil society groups across the nation were engaged in discussions, with widespread support for the change.
Marape emphasised the historical and ongoing contributions of Christian churches to Papua New Guinea's unity and development.
"With so much diversity, languages, associated cultures, and tribal affiliations, no one can dispute the fact that Christian churches have anchored our country's unity and togetherness," he stated.
He also highlighted the role of churches in providing services in areas where government presence is limited.
Marape also clarified that the amendment does not infringe on the rights of individuals practicing other religions.
Section 45 of the PNG Constitution, which protects freedom of conscience, thought, and religion, remains intact.
By Malon Ere | PNG SUN|