Search This Blog

Total Pageviews

Advertisement

Labels

Blog Archive

George Saa dan Kondisi Bangsa Papua di dalam NKRI

Amerika di mata saya adalah land of immigrant. Sekarang lebih di kenal land of freedom atau land of the braves. Sekarang dia menjadi negara adidaya. Dunia ini dia majukan dengan sejumlah inovasinya. Tokoh pribumi di tanah Amerika sudah habis dan yang tersisa mereka banyak yang hidup di area konservasi. Hidupnya di atur UU Federal. 

Apakah ada mereka, orang Pribumi, Indian yang pernah menjadi kaki tangan orang putih menjadi agen untuk memata-matai bahkan menjadi penerjemah untuk kepentingan colonizer atau settler? Tentu. Apakah nasib keturunan mereka yang kerjasama ini jauh lebih baik dari mereka yang memilih melawan? Sejarah mencatat kalau nasibnya sama. 

Sejarah selalu berulang dalam garis waktu yang berbeda. 

Mari berkaca untuk kita orang Papua. Sebelumnya, mari bicara Fisika dan penelitiannya. Antigravitasi sangatlah bukan topik yang muda untuk di teliti atau melahirkan penemuan dengan practical used hari ini.

Menurut seorang ahli Fisika, penelitian atau topik penelitian dan penentuannya harus di dasarkan solusi yang bisa atau mungkin di susun berdasarkan berbagai solusi yang sudah ada. Artinya, Solusi akan melahirkan solusi-solusi lain. 

Orang Papua ingin solusi damai. Mengapa? Solusi damai akan melahirkan solusi damai lainnya. Solusi daerah otonomi baru sampai saat ini telah membuktikan bagaimana perpecahan dan segregasi di antara etnis-etnis Papua makin widening. Ini yang orang Papua tidak mau.

Orang Papua sadar bahwa mereka sedikit dan pertumbuhan populasi mereka juga sangat pelan. Mereka rasa harus ada yang di hentikan agar tatanan mereka bisa mereka atur. Mereka sadar bikin DOB itu memperbesar peluang bukan saja capital inflow namun juga influx of people masuk ke Papua. Disini, yang sudah jumlahnya sedikit dan merasa makin terdesak, orang Papua sadar akan masalah besar yang akan dialaminya ketika DOB langgeng terjadi. Kan begitu, singkatnya.

Ini makanya penolakan terjadi. Buka  orang papua takut perubahan atau menolak perubahan. Orang Papua sudah tahu pijakan hidupnya ini sudah dipaksakan untuk di lepas dan makin kabur arah dan tujuan kehidupan bersama dan bersatunya sehingga ada perasaan, mereka harus stop dan rethinking prioritas kolektif mereka. Mereka lebih tahu kebutuhan mereka bukan pemekaran.

Mengapa Jakarta(simbol Indonesia NKRI) merasa lebih tahu apa yang ada dalam benak dan pemikiran serta prioritas hidup orang papua? Ini namanya paksa tau atau orang Sorong bilang sok tau.

Kita memang ada istilah kepala suku. Benar. Namun, itu gelar di kasih untuk orang berwibawa yang hidup untuk kasih makan orang banyak. Bukan kepala suku pukul dada katakan dia kepala suku lalu bicara mewakili sukunya atau bahkan mengatasnamakan suku menyampaikan apa yang ia pribadi mau. Bukan yang menjadi keinginan dan kekuatiran sukunya yang sampaikan.

Juga, jabatan politik itu bukan langsung otomatis anda tokoh. Jabatan organisasi bukan berarti anda tokoh muda atau tokoh tua  Eh maaf tidak ada tokoh tua... yang ada tua adat😁 

Jadi saya pikir ada yg salah dalam attitude dan cara berpikir manusia modern Indonesia dan orang papua intelektual. 

Juga poin penting yang perlu saya tekankan begini. Politik itu alat atau tools untuk mendorong kemajuan society. Agar jangan ada yang kaya sekali bahkan keterlaluan dimana lebih banyak yang lapar bahkan untuk bekerja agar tidak laparpun tidak bisa gitu loh. Politik di pakai untuk mengatur kepentingan orang banyak. Bukan kepenting kelompok dan individu. Kalau tidak percaya buka buku dan baca ulang filosofi politik. 

Mengapa kita tidak boleh menerlantarkan kepentingan orang banyak? Karena mereka akan memberontak. Anda yang kaya bisa saja di usir dari tanah anda sendiri. Tra percaya? Lihat diktator-dikator yang adalah anak pribumipun harus mencari perlindungan di negara lain ketika terjadi revolusi.

Revolusi itu terjadi karena apa yang dialami mayoritas orang dalam society sama dan mereka jenuh dan marah dan gabung jurus serta kekuatan untuk melawan sistim yang ada. Cara yang ada tidak lagi di rasakan bersama sedang tidak menghidupkan. Ya, memang politikal intervensi atau antisipasi itu sering di aplikasikan untuk meredam dan memecahkan sebuah persatuan yang murni di bangun karena kerinduan akan perubahan. 

Ini makanya sistim yang di pakai adalah pencitraan dan memberi makan kepala-kepala. Tak heran orang-orang berlomba untuk menjadi kepala ini, ketua ini, pimpinan ini dan posisi-posisi penting lain karena hal ini mendorong mereka menjadi bagian pertama mata rantai ekonomi ataupun bagian penting yang perlu di kasih makan. Di kasih makan oleh sistem yang di kontrol oleh hanya segelentir penguasa agar tatanan yang ada terjaga dan kenyamanan mencetak harta dapat berlipat ganda. Kalau ada yang bilang, "yah itu realita bro" kepada saya, maka saya akan katakan selamat sudah. Anda su terhasut setan "ketua" atau kerasukan hantu kepala.

Sy ingin sekali protes dan sebut nama mereka yang saya kritik namun kasihan juga. Protes atau kritik itu dua arah atau pedang bermata dua.

Masih ada cara lain untuk mengadakan perubahan. Masalahnya kan hanya di bagian menginvestasikan waktu untuk berpikir keras menjawab masalah yang ada dan getting reward untuk solusi yang anda atau saya berikan untuk orang banyak tanpa harus jadi kepala atau ketua atau kepala ketua😆. Use your imagination to treat your reality in a different way.

SARV woman rescued

May 4, 2022The NationalMain Stories

The old woman showing injuries to her hands.
By ROSELYN ELLISON and AILEEN KWARAGU
AN elderly woman was tortured to near death in Gazelle’s Reimber-Livuan in East New Britain in a sorcery-accusation related violence (SARV) in February.
New Guinea Islands commander Assistant Commissioner Perou N’Dranou said police rescued the woman who had been in the hospital until recently where she was kept in an unknown location for her safety.
“We could not investigate immediately due to her traumatised state,” he said.
“She is not communicating with police yet. We are using third parties to communicate with her.”
N’Dranou said the identities of the torturers were known and when the woman and her family members “feel safe”, then they would be helping police in investigations.
“The woman needs an expert to look into her welfare as she is still traumatised,” he said.
“Like all sorcery allegations in Papua New Guinea, the grieving family members of the deceased vented their frustrations on the weakest member of the village.
“In this case, the old woman was tortured.”
An elderly woman from Vunaiting ward in the Ramalmal area of Gazelle’s Reimber-Livuan local level government in East New Britain was tortured by the group of men because they suspected her of practising sorcery.
According to a relative who wish to remain anonymous, the torture occurred in February.
“The torturers forced the woman to confess that she was the one who used sorcery to kill their relative,” the relative said. “The police were alerted and a police unit from Rabaul rescued her.”
In Port Moresby, National Capital District governor Powes Parkop said elected lawmakers must address gender-based violence (GBV) and SARV woes in the country.
“Therefore, political parties and election hopefuls for the coming 2022 general election must state their stand on the grave long-standing social issue that affects communities,” he added.
Speaking in a media conference called by the Papua New Guinea Council of Churches and the Special Parliamentary Committee on GBV yesterday, Parkop said those contesting in election should include addressing GBV and SARV issues as their priority agenda for governance.
He said those elected in the election should not allow themselves to be pushed around in Parliament but instead fight for solutions on challenges faced by communities.
“They should also have a clear understanding of the economic, social, health, youth problems, the infrastructures and human rights issues,” he said.